Senin, 28 Maret 2011

Sumber daya alam

1. Sumber daya alam dapat di definiikan sebagai semua makhluk hidup, benda mati, sistem ekologi, dan sistem lingkungan yang ada di muka bumi yang bermanfaat bagi sesuai dengan tingkat teknologi, ekonomi, dan budaya.
 Klasifikasi sumber daya alam
1) Sumber daya lahan pertanian dan lahan hutan dengan semua benda dan jasa yang di hasilkan. contoh : kayu.
2) Kawasan alamiah yang diperuntukkan bagi keindahan (estetika), reaksi, dan untuk kebutuhan penelitian. contoh : laut.
3) Kawasan perairan air tawar dan air laut untuk perikanan. contoh : penangkaran .
4) Sumber daya mineral termasuk di dalamnya bahan bakar fosil dan nonfosil. contoh : minyak tanah.
5) Energi nonmineral yang dapat pulih yang berasal dari energi matahari. contoh : arus laut.
6) Sumber daya air dan kemampuan asimilasi limbah yang terdapat pada semua komponen lingkungan. contoh : pengairan di sawah
2. Klasifikasi sumber daya alam menurut peluang daur ulang yaitu secara alamiah dan bantuan manusia.secara alamiah misalnya pemulihan hutan dengan secara alamiah,tetapi dapat pula dilakukan oleh manusia itu sendiri.
3. Sumber daya alam in situ yaitu sumber daya yang hanya dapat dimanfaatkan di tempat sumber daya itu berada. contoh : pemanfaatan sungai sebagai rekreasi sebagai rekreasi arum jeram.
4. Delapan isu mengenai sumber daya alam, yaitu :
 Isu pertama : Mengenai semakin tipisnya stok berbagai sumber daya, kerusakan dan terlampauinya daya dukung lingkungan. Cadangan sumber daya yang semakin menipis, terlihat pada minyak bumi.tingkat konsumsi yang terjadi pada beberapa dekade terakhir menunjukkan kenaikan yang sangat tinggi melebihi kenaikan yang terjadi pada masa – masa sebelimnya.
 Isu kedua : Menyangkut konflik yang dapat muncul akibat lokasi atau negara tempat ditemukan suatu sumber daya berbeda dengan negara yang membutuhkannya. misalnya, cadangan terbesar minyak bumi ditemukan negara – negara teluk persia, sedangkan negara –negara yang merupakan konsumen terbesar adalah negara industri maju, seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan berbagai konflik kepentingan antar berbagai negara.
 Isu ketiga : Menyangkut pergeseran yang terjadi pada penggunaan sumber daya yang dapat pulih (renewable) ke sumber daya yang tak pulih (nonrenewable) akibat revolusi industri. Revolusi industriyang lahir di Inggris telah mensubsitusi secara besar – besaran penggunaan sumberdaya tumbuhan dan hewan (renewable) manjadi tenaga mesin.
 Isu keempat : Mengenai evaluasi terhadap kebijakan pola pemakaian sumber daya. Pengalaman masa lalu dengan jelas menunjukkan bahwa telah terjadi pemborosan pada pemakaian suatu sumber daya alam.
 Isu kelima : Mengenai masalah peranan sumber daya alam dan lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomie pada masa lalu. Kebanyakan analisis ekonomi hanya menekankan peranan sumber daya manusia (human capital) dan teknologi, sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi dan hanya sedikit yang mempelajari peranan sumber daya alam dan kapasitas lingkungan sebagai media untuk menyerap berbagai limbah industrilisasi.
 Isu keenam : Menyangkut semakin tingginya ketergantungan manusia saat ini pada sumber daya yang berkualitas rendah. Misalnya kadar biji besi dan timah yang ditambang saat ini jauh lebih rendah dari yang ditambang pada masa lalu.Hal ini berarti biaya eksploitasi menjadi semakin tinggi.
 Isu ketujuh : Menyangkut masalah pencemaran global , akibat industrilisasi. Industrilisasi menyebabkan meningkatnya penggunaan batu bara dan minyak bumi sebagai bahan bakar yang menggerakkan pabrik. Pembakaran bahan – bahan ini serta penebangan hutan mengakibatkan semakin tingginya konsentrasi karbondioksida di atmosfir bumi.hal ini menyebabkan perubahan suhu dan iklim di bumi. Masalah lain ialah semakin tingginya pencemaran lingkungan.
 Isu kedelapan : Menyangkut peranan mekanisme pasar sebagai proses yang menentukan cara pengolahan sumber daya sepanjang waktu. Mekanisme pasar selama ini merupakan alat yang memegang peranan penting dalam menetapkan aktivitas eksploitasi dan laju pemakaian sumber daya.dalam masyarakat yang menganut sistem ekonomi pasar bebas,maka kenaikan harga relatif akan mendorong inovasi teknologi. Namun akhir – akhir ini terdapat kecenderungan adanya intervensi pemerintah dalam masalah harga.
5. Kelompok ilmuwan ekonomi yang optimis bahwa sumber daya alam di muka bumi ini tidak akan mengalami kelangkaan,yaitu :
 Pandangan optimis diwakili oleh beberapa ahli atara lain Herman Khan (1974) dan Robert Solow (1974). Kelompok ini percaya bahwa kemajuan teknologi akan selalu tercipta jika manusia menghadapi kelangkaan sumber daya alam. Mereka yakin bahwa manusia dengan kecerdasannya mampu menemukan teknolongi yang dapat mengatasi masalah kelangkaan. Menurut mereka tidak ada batasan dari kemajuan teknologi.
 Robert solow (1974) menyatakan bahwa secara teoritik modal ciptaan manusia dan teknologi dapat mengatasi masalah kelangkaan faktor – faktor produksi, sehingga menghasilkan barang dan jasa secara berkelanjutan melalui subsitusi atas bahan baku alamiah.
6. Sumber daya alam yang tak penting menjadi sumber daya yang sangat penting yaitu mesin daur ulang sampah dari daun untuk dijadikan pupuk anorganik, biaya produksi petani jadi lebih ringan. Dan juga ramah lingkungan untuk hasilnya karina alamiah.
7. Kelangkaan menurut ahli :
 Ahli geologi adalah langka jika cadangannya menjadi berkurang. Jadi kriteria kelangkaan berdasarkan jumlah atau ketersediaan secara fisik dari suatu sumber daya alam.
 Ahli ekonomi yaitu permintaan dibandingkan jumlah yang tersedia. Suatu sumber daya dapat saja tersedia dalam jumlah yang sedikit, namun jika permintaan terhadap sumber daya tersebut juga rendah, maka hal itu belum merupakan kelangkaan.
Ukuran kelangkaan menurut ahli ekonomi ialah indikator yang dapat mencerminkan kenainan harga sumber daya tersebut. Fisher (1978) menyataan bahwa suatu indikator yang ideal untuk mengukur kelangkaan harus merupakan ukuran langsung maupun tak langsung, yaitu dengan mengukur besarnya korbanan untuk mendapatkan satu unit sumber daya tersebut.
8. Karena pada kenyataan sekarang ini, kebanyakan htan di tebang secara liar, dan tanah yang di jadikan lahan pertanian jadi rumah dan gedung – gedung yang mewah. Sedangkan mineral dan minyak numi akan melimpah karena makin maraknya bencana alam yang mengakibatkan jutaan korban jiwa dan lainnya yang di masa depan jadi mineral dan minyak bumi yang melimpah. Dan itu sudah terjadi di masa sekarang ini,banyak terjadi bencana dan jutaan nyawa melayana, untuk proyeksi masa depan.
9. Faktor – faktor penyebab sehingga negara maju sampai saat ini tidak mengalami masalah kelangkaan, antara lain :
 Perubahan teknologi, perubahan teknologi menuju efisiensi dalam menggunakan sumbr daya alam (resource saving technologi) peleburan metal berkadar rendah dan pemakaian bahan bakar secara hemat.
 Subsitusi dengan bahan yang melimpah,bahan – bahan mineral yang melimpah dapat digunakan untuk menggantikan bahan – bahan yang mulai langkah.
 Penemuan lokasi baru, upaya menemukan sumber daya pada lokasi lain, dibandingkan dengan melanjutkan penggalian pada lokasi lama yang senakin mahal.
 Daur ulang, kelangkaan sumber daya mineral, telah mendorong pemakaian bahan bekas melalui daur ulang.
 Perdagangan,perbaikan dalam transportasi memudahkan pengangkutan bahan baku dari lokasi penemuan ke tempat pemakaian, sehinggah harga sumber daya menjadi lebih kompetitif.
10. Dalam mengatasi masalah kelangkaan, yaitu :
 Resource saving technology yaitu sumber daya tabungan teknologi, mengadakan efisiensi teknolongi untuk mempertinggi kelayakan ekonomimya. Contohnya : menggunakan teknologi sebijak mungkin dan melakukan perawatan secara berkala serta pemakaian baha bakar sehemat mungkin.
 Resource augmenting technology yaitu peningkatan kepastian kandungan mineral secara geologis dengan menempatkan tenaga profesional di bidangnya agar dapat meningkatkan reliabilitas pengetahuan besarnya depositnya. Contohnya : menempatkan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan tenaga kerja tersebut, sehingga mengefisienkan tenaga kerja dan kemampuannya dapat di maksimalkan.
11. Mekanisme pasar sebagai alat yang ampuh terhadap munculnya inovasi teknologi, yaitu :
 Kendala yang pertama ialah kurangnya motivasi bagi penemuan barang – barang publik atau public goods. Temuan teknologi bagi barang – barang publik (public goods), kurang memberikan insentif bagi lembaga penelitian, akibat barang publik tidak dapat dipatenkan atau jika ada hak paten, tidak ada jaminan bahwa temuan tersebut akan mendatangkan keuntungan bagi penemu. Tampa adanya hak cipta, maka lembaga penelitian akan kehilangan insentif dan semangat, sehingga mereka tidak terdorong untuk menciptaan kreativitas pada bidang – badang barang publik yang jutru sangat dibutuhkan oleh umat manusia.
 Masalah pesimisme kedua, bersumber dari sistem pasar pada negara demokratis. Jika masyarakat mengalami masalah kelangkaan, maka mereka pada umumnya tidak akan mau menerima kenyataan tersebut (unwilling to face up changing situation).
 Masalah ketiga ialah masalah forecasting atau prakiraan masa datang. Kemampuan manusia untuk meramal masa depan adalah terbatas. Suatu prakiraan masa paling tinggi hanya dapat dilakukan dalam waktu yang tidak lebih dari sekitar 20 – 30 tahun saja. Informasi yang tersedia biasanya tidak memadai.
12. Menurut saya, memiliki peluang untuk untuk mengatasi kelangkaan.apabila tercapai maka akan menghasilkan inivasi yang di harapkan.tapi meskipun terwujud, mungkin tidak akan sempurna.sehingga membutuhkan juga dukungan dari factor – factor lainnya.

Senin, 21 Maret 2011

HAKIKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

HAKIKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
A.HAKIKAT MANUSIA
Berbicara tentang manusia maka satu pertanyaan klasik yang sampai saat ini belum memperoleh jawaban yang memuaskan adalah pertanyaan tentang siapakah manusia itu. Banyak teori telah dikemukakan, di antaranya adalah pemikiran dari aliran materialisme, idealisme, realisme klasik, dan teologis.
Aliran materialisme mempunyai pemikiran bahwa materi atau zat merupakan satu-satunya kenyataan dan semua peristiwa terjadi karena proses material ini, sementara manusia juga dianggap juga ditentukan oleh proses-proses material ini.

SOSIOLOGI

Interaksi sebagai Konsep Dasar Sosiologi Simmel
Teori yang dikemukakan Simmel mengenai realitas sosial terlihat dari konsepnya yang menggambarkan adanya empat tingkatan yang sangat mendasar. Pertama, asumsi-asumsinya yang merujuk kepada konsep-konsep yang sifatnya makro dan menyangkut komponen-komponen psikologis dari kehidupan sosial. Kedua, dalam skala luas, mengungkap masalah-masalah yang menyangkut berbagai elemen sosiologis terkait dengan

Compare Between Society Whose Live In City and Suburb

Compare Between Society Whose Live In City and Suburb
Masyarakat Kota
Kehidupan masyarakat kota mempunyai sisi positif dan negatif. Dari segi negatif, masyarakat kota cenderung bersifat individual & sangat jarang untuk saling mengenal antara warga yang satu dengan lainnya meskipun tempat tinggalnya berdekatan. Ini dikarenakan kehidupan mereka yang semakin moderen. Dapat kita lihat bahwa di kota kebanyakan rumah mereka dibatasi oleh pagar-pagar tembok yang begitu tinggi.

EKONOMI

BAB II
PEMABAHASAN
Ilmu ekonomi terkait erat dengan kemakmuran, karena ilmu ekonomi adalah bahan kajian yang mempelajari upaya memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran atau dapat pula dinyatakan bahwa hakekat mempelajari ilmu ekonomi itu terbatas pada kesejahteraan material saja.
Jadi jika masyarakat sejahtera berarti masyarakat tersebut menagalami kemakmuran. Masyarakat dikatakan makmur apabila semua kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya, dan tingkat kemakmuran dapat diukur dari banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan serta banyak barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES (PKP)

CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES (PKP)

A. CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)
1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik siswa apabila diperlukan.

ANTROPOLOGI

ANTROPOLOGI

1. Pengertian Antropologi

Secara harfiah, antropologi adalah ilmu (logos) tentang manusia (antropos).
Menurut Leonard Siregar (Dosen Tetap di Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih dan Ketua Laboratorium Antropologi Universitas Cenderawasih),

psikolog social

Hubungan Psikologi dengan Ilmu – Ilmu Sosial Lainnya


Serge Moscovici,seorang psikolog social Prancis menyatakan bahwa psikologi social adalah jembatan di antara cabang – cabang pengetahuan social lainnya sebab psikologi social mengakui pentingnya dan memandang individu dalam suatu system social yang lebih luas dan karena itu menarik ke dalamnya sosiologi,ilmu politik,antropologi,dan ekonomi.

HUKUM DAN POLITIK TATA NEGARA

HUKUM DAN POLITIK TATA NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum adalah sesuatu yang mengikat seseorang. Dimana pun manusia berada, ia akan selalu terikat oleh hukum. Tak ada satu pun manusia yang hidup di dunia ini yang tidak di atur oleh hukum. Hukum mempunyai peranan besar dalam hirup pikuk kehidupan manusia, bayangkan jika tidak ada hukum. Bagaimana kita bertingkah di bumi ini?
Hukum ini berlaku di mana saja, baik itu di Negara kita sendiri atau pun di luar negeri. Setiap Negara pasti memiliki hukum dan peraturan sendiri. Dimana setiap orang yang berada di wilayah tersebut wajib menaati peraturan dan hukum yang berlaku di sana. Hukum di dalam suatu Negara sangat berperan penting dalam mengatur suatu system ketatanegaraan suatu Negara. Ini dikarenakan Negara tidak akan pernah bisa berdiri kokoh tanpa adanya suatu aturan yang di buat oleh pemimpin ataupun pemerintah yang memiliki wewenang

Geografi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Geografi adalah ilmu tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa yunani yaitu gê ("Bumi") dan graphein ("menulis", atau "menjelaskan").

FAKTA SEJARAH

FAKTA SEJARAH

A. Munculnya Negara/Kerajaan Bahari di Nusantara
Fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa fenomena kehidupan kebaharian kekinian, khususnya bidang birokrasi/pemerintah, pelayaran, dan perikanan merupakan kontinyuitas dari proses perkembangan fluktuatif kehidupan kebaharian masa lalu

FONOLOGI

BAB II
PEMBAHASAN

A. Bunyi Ujaran
Bunyi ujaran yaitu unsure yang paling kecil dari pemotongan suatu arus ujaran atas bagian atau segmen.
Fungsi bunyi ujaran untuk membedakan arti itu disebut fonem. Jadi, fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti.

B. Fonetik dan Fonemik
Bagian-bagian dari tata bahasa meliputi: fonologi, morfologi dan sintaksis
Fonologi yaitu bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam ilmu bahasa.
Fonologi dibagi atas dua bagian berikut:
1. Fonetik yaitu ilmu yamg menyelidikidan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari cara menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
2. Fonemik yaitu ilmu yang mempelajari bunyi ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti
Bunyi ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari berbagai macam alat ucap yang terdapat dalam tubuh manusia.
Bunyi ujaran dihasilkan oleh tiga alat ucap berikut:
1. Udara : yang dialirkan keluar dari paru-paru
2. Articulator : bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk
menimbulkan suatu bunyi.
3. Titik artikulasi : bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari articulator.

C. Vokal
Vokal yaitu udara yang keluar dari paru-paru yang tidak mendapat halangan sedikit dan mendapat bunyi ujaran.
Vokal tidak tergantung dari kuat lembutnya udara, tetapi tergantung dari hal-hal berikut:
1
1. Posisi bibir, yaitu bentuk bibir pada waktu mengucapkan suatu bunyi.
 Bila bundar terjadi vokal: o, u, a.
 Bila rata akan terjadi vokal: i, e.
2. Tinggi rendahnya lidah, yaitu bagian rongga mulut yang amat elastis.
 Terjadi vokal depan; i, e.
 Terjadi vokal belakang: u,o,a.
 Bila lidah rata terjadi vokal pusat: e (pepet).
3. Maju mundurnya lidah, yaitu jarak yang terjadi antara lidah dan alveolum.
 Terjadi vokal atas: i, e.
 Terjadi vokal tengah: e (pepet).
 Terjadi vokal bawah: a.

D. Diftong
Diftong yaitu dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu waktu.
Contoh : ramai, pantai, dan lain- lain.
Dalam sehari- hari diftong yang diubah menjadi suatu bunyi tunggal (monoftong) disebut monoftongisasi.
Misalnya: pantai pante
pulau pulo
Sebaliknya, bunyi monoftong yang dapat berubah menjadi diftong disebut diftongisasi.
Misalnya: sentosa sentausa
anggota anggauta

E. Konsonan
Konsonan yaitu bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan.
1. Berdasarkan artikulator dan titik arkulasinya, konsonan dirinci atas bagian berikut:
a. Konsonan bilabial yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua buah bibir.
Contoh: p, b, m, w.
2
b. Konsonan labio-dental yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya.
Contoh: f, v.
c. Konsonan apiko-interdental yaitu bunyi yang terjadi dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dens) sebagai titik artikulasinya.
Contoh: t, n (bahasa Indonesia); t, d, n (bahasa Jawa).
d. Konsonan apiko-arveorar yaitu bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi (alveolum) sebagai titik artikulatornya.
Contoh: d dan n (bahasa Indonesia);t, d, dan n (bahasa Jawa).
e. Konsonan palatal yaitu bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan langit-langit kertas (palatum) sebagai titik artikulasinya.
Contoh: c, j, ny.
f. Konsonan velar yaitu bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut atau velum sebagai titik artikulasinya.
Contoh: k, g, ng, kh.
g. Hamzah adalah bunyi yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru.
h. Laringal yaitu bunyi yang terjadi karena pita suara yang terbuka lebar.
2. Berdasarkan halangannya, konsonan dapat dirinci atas beberapa bagian berikut:
a. Konsonan hambat yaitu konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru sama sekali dihalangi.
Contoh: p, b, k, t, dan d.
b. Frikatif adalah udara yang bila keluar dari paru-paru digesekkan akan terjadi bunyi.
Contoh: f, v, dank h.
c. Spiran yaitu udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengadukan.
Contoh: s, z, dan sy.
d. Lekwida bunyi yang dihasilkan dengan mengangkat lidah ke langit-langit.
e. Getar atau trill yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi.
3. Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan dapat dirinci atas beberapa bagian berikut:

3
a. Konsonan bersuara yaitu pita suara turut bergetar.
Contoh: b, d, n, g, dan w.
b. Konsonan tak bersuara yaitu bila pita suara tidak bergetar.
Contoh: m, n, ny, dan ng.
4. Berdasarkan jalannya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Konsonan oral yaitu udara keluar melalui rongga mulut.
Contoh: p, b, k, d, dan w.
b. Konsonan nasal yaitu udara yang keluar melalui rongga hidung.
Contoh: m, n, ny, dan ng.

F. Perubahan-perubahan Fonem
Perubahan yang penting dalam bahasa adalah sebagai berikut:
1. Asimilasi
Asimilasi yaitu proses dua bunyi yang tidak sama disamakan atau dijadikan hamper bersamaan.
a. Asimilasi berdasarkan tempat dari fonem dibagi atas:
1) Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikannya.
2) Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang mengasimilasikannya.
Contoh: in + moral menjadi inmoral immoral
ad + simulation menjadi assimilasi asimilasi

b. Asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri dibagi atas:
1) Asimilasi total yaitu dua fonem yang disamakandijadikan serupa betul.
Contoh: ad + salam menjadi assalam asalam
2) Asimilasi parsial yaitu dua fonem yang disamakan hanya disamakan sebagian saja.
Contoh: in + port menjadi import impor
2. Desimilasi
Desimilasi yaitu proses dua bunyi yang sama dijadikan tidak sama.
Contoh: lauk-lauk menjadi lauk pauk
sayur-sayur menjadi sayur-mayur
3. Suara bakti
Suara bakti adalah bunyi yang timbul antara dua fonem dan mempunyai fungsi untuk melancarka ucapan suatu kata.
Contoh: gurauan terdengar timbul bunyi huruf w
Pakaian terdengar timbul bunyi huruf y
4
G. Intonasi
Intonasi yaitu kerja sama antara tekanan, nada, tekanan waktu, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur dari awal hingga perhentian akhir.
Macam-macam intonasi yaitu intonasi berita, intonasi pertanyaan, intonasi harapan, intonasi perintah, dan lain-lain. Intonasi tidak merupakan suatu gejala tunggal tetapi dari perpaduan bermacam-macam gejala yang lazim disebut tekanan, nada, dan perhentian.
1. Macam-macam tekanan
Tekanan dibedakan menjadi tiga hal berikut:
a. Tekanan dinamik yaitu tekanan keras yang diletakkan atas sebuah suku kata dan mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Contoh: r e f u s e = sampah
R e f u s e = menolak
b. Tekanan tinggi atau nada
Terdapat empat kesatuan nada yang digambarkan dengan tanda-tanda yang menunjukkan: nada menurun, nada rata, nada menurun lalu naik, dan nada mendaki.
Contoh: k u = kutu busuk
Kau = kera
c. Tekanan kuantitas yaitu tekanan yang terjadi karena suatu vokal yang lain.
Contoh: bhara = yang mengandung
Bhara = muatan
2. Tekanan dalam bahasa Indonesia
Secara terperinci, tekanan dalam bahasa Indonesia dibagi seperti berikut:
a. Tekanan keras atau stress
Contoh: perumahan
Suku kata mah terdengar lebih keras dari bagian lain.
b. Tekanan dinamik
Macam-macam tekanan dinamik:
1) tekanan dinamik silabis yaitu tekanan dinamik yang terdapat dalam suatu kata serta diletakkan atas suatu suku kata yang berfungsi membedakan arti.
2) Tekanan dinamik kata yaitu tekanan yang berfungsi untuk menekankan sepatah kata karena mendapat perhatian yang khusus.
c. Nada
Nada dapat dibedakan menjadi dua:
1) Nada rendah ialah nada yang dipergunakan seseorang dalam keadaan sedih.
5


2) Nada tinggi ialah nada yang dipergunakan seseorang dalam keadaan marah.
d. Tekanan waktu
Seseorang yang berada dalam ketakutan atau dalam keadaan tergesa-gesa akan bercakap dengan tergesa-gesa pula. Arus ujarannya dipaksakan mengambil waktu yang sesingkat-singkatnya. Sebaliknya, seseorang dalam keadaan tenang akan mengucapkan tuturnya itu dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. Tekanan semacam ini yang diukur dengan jangka waktu disebut tekanan waktu. Sedangkan jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tutur disebut durasi.
3. Perhentian
Suatu arus ujaran dapat dipotong-potong oleh perhentian-perhentian. Berikut ini beberapa macam perhentian.
a. Perhentian sebentar
Perhentian ini menunjukkan bahwa tutur itu masih akan dilanjutkan. Adapula perhentian yang menyatakan suatu tutur atau bagian dari suatu tutur sudah mencapai kebulatan. Perhentian ini disebut perhentian antara, dilambangkan dengan tanda koma (,).
b. Perhentian akhir
Perhentian ini dilambangkandengan tanda titik atau titik koma (. atau ;).

H. Huruf
Huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi. Manusia mengenal empat macam system tulisan berikut:
1. Tulisan piktograf: urusan beberapa gambar untuk melukiskan suatu peristiwa.
contoh: pada orang Indian Mexico.
2. Ideograf atau logograf: suatu tanda atau lambing mewakili sepatah kata atau pengertian.
Contoh: obat Cina.
3. Tulisan silabis:suatu tanda untuk menggambarkan suatu suku kata.
Contoh: tulisan Jepang, Dewa Negari.
4. Tulisan fonemis:sat bunyi.u tanda untuk melambangkan satu bunyi.
Contoh: huruf Latin, Yunani, dan Jerman.


6

EYD

ISI

A. Pemakaian Huruf

1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia berjumlah 26 huruf (AZ).

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf /a/, /i/, /u/, /e/, /o/.

Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
Catatan : Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.

3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf /b/, //c, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /x/, /y/, dan /z/.
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan /ai/, /au/, dan /oi/.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi – boikot amboi

5. Gabungan Huruf Konsonan (Kluster)
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/.


Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut –
sy syarat isyarat arasy

B. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh: Andi berkata, "Lihat Bu, apa yang telah saya buat di sekolah"
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh:
- Sejauh mana Anda sudah mengenal Alkitab?
- Ia mengasihi umat-Nya sedemikian rupa, sehingga Ia rela mengorbankan nyawa-Nya untuk mereka.

4. Huruf kapital dipakai sebagai nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh: Rasul Paulus, Nabi Musa, Raden Ajeng Kartini dan sebagainya.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Presiden Megawati, Wakil Presiden Hamzah Haz, Sekretaris Jendral Pertanian, Gubernur Irian Jaya, dan sebagainya.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa Inggris, dan sebagainya.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama hari, bulan, tahun, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh: hari Senin, bulan Agustus, tahun Hijriah, hari Natal, Perang Padri, dan sebagainya.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Contoh: Asia Tenggara, Bukit Barisan, Jalan Diponegoro, dan sebagainya.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh: Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan sebagainya.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh: Ia telah menyelesaikan Asas-Asas Hukum Perdata.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh: Dr. (doktor), S.S. (sarjana sastra), Prof. (profesor), dan sebagainya.
13. Kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:
- Surat Saudara sudah saya terima.
- Besok Paman akan datang.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh: Jangan menaruh barang-barang Anda di meja ini.

C. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk mengaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Catatan :
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.



D. Singkatan dan Akronim
a. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang , nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

b. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deretan kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
3) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Catatan :
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.




E. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas dan isi, (ii) waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4. Angka digunakan juga menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5. Penulisan lambang bilangan denganhuruf dilakukan sebagai berikut.
6. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secaraberurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
7. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
8. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
9. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

F. Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
• Ayahku tinggal di Solo.
• Hari ini tanggal 6 April 1973.
• Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.


b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
 III.Departemen Dalam Negri
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria

 1.Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

d. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.Weltevreden: Balai Poestaka.



e. 1).Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

e. 2).Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.

f.Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)

g.Tanda titik tidak dipakai di belakang
1) Alamat pengirim dan tanggal surat atau
2) Nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
17 April 1985 (tanpa titik) Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik) Jalan Cikini 71 (tanpa titik)


2. Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
•Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
•Satu, dua, ... tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
•Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
c. 1) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
•Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
c. 2) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
•Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
•...Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
•O, begitu?
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
•Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
g. Tanda koma dipakai diantara
1) nama dan alamat,
2) bagian-bagian alamat,
3) tempat dan tanggal, dan
4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
•Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
•Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
•Surabaya, 10 mei 1960
•Kuala Lumpur, Malaysia
h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya
 Ratulangi, S.E.
 Ny. Khadijah, M.A.

k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya
•Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
•Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.

3. Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".

4. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
•Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
•Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:
Ketua : B. Hartawan
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : Ahmad Wijaya
d. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk).
e. Tanda titik dua dipakai:
(i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
(iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.

5. Tanda Hubung (–)

a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.
Catatan : Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.


b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
17-4-1991
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
• ber-evolusi
• dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan -an,
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(v) nama jabatan rangkap
Misalnya
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara.
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Pisah (—)

a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'.
Misalnya:
1910—1945
tanggal 12—17 April 1991
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
7. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
• Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
• Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....

8. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Misalnya:
•Kapan ia berangkat?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
•Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

9. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!


10. Tanda Kurung ((...))

a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
•Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
•Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
•Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
•Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
•Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

12. Tanda Petik ("...")

a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
•"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
•Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
•Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
•Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
•Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
•Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
13. Tanda Petik Tunggal ('...')

a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
•Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
• feed-back 'balikan'

14. Tanda Garis Miring (/)

a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut
(dikirimkan lewat darat atau laut)

harganya Rp25,00/lembar
(harganya Rp25,00 tiap lembar)


15. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati.
('kan = akan)

G. PEMENGGALAN KATA

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:

a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
bukan
a-u-la

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir

c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk

d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las

2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a.Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b.Akhiran -i tidak dipenggal.
(Lihat keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c.Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi

3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan
(1) di antara unsur-unsur itu atau
(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.




H. PELAFALAN
Pelafalan dapat merujuk pada:
• cara kata dari suatu bahasa diucapkan
• tata cara pengucapan kata
Kata dapat diucapkan dalam berbagai cara yang berbeda, bergantung dalam banyak faktor, seperti:
1. tempat mereka tumbuh
2. tempat mereka tinggal
3. etnis mereka
4. kelas sosial mereka
5. pendidikan mereka

morfologi

1.0 Pengenalan

Tatabahasa ialah satu kumpulan petua bagi membentuk perkataan, frasa, klausa dan ayat. Urutannya seperti ini :

- Perkataan bergabung membentuk frasa, frasa bergabung membentuk ayat
- Dua atau lebih ayat membentuk satu ayat majmuk. Ayat-ayat dalam ayat majmuk dikenali sebagai klausa (klausa juga dikenali sebagai ayat kecil)

Pengetahuan tatabahasa membantu pengguna bahasa membuat ungkapan yang lebih kompleks, dengan canggih dan betul.

1.1 Morfologi
Dua bidang penting dalam tatabahasa bahasa Melayu iaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi ialah bidang yang mengkaji struktur, pembentukan kata dan golongan kata. Struktur kata ialah susunan bentuk bunyi ujaran atau lambang (tulisan) yang menjadi unit bahasa yang bermakna. Bentuk kata pula ialah rupa unit tatabahasa sama ada bentuk tunggal atau hasil daripada proses pengimbuhan, pemajmukan, dan penggandaan. Penggolongan kata ialah proses menjeniskan perkataan berdasarkan keserupaan bentuk dan fungsi dengan anggota lain dalam golongan kata yang sama. Aspek morfologi yang diberikan tumpuan ialah:
i. Struktur kata yang merujuk kepada pola suku kata bagi:
- kata asli bahasa Melayu
- kata pinjaman bahasa Melayu
ii. Bentuk kata terdiri daripada:
- kata tunggal
- kata terbitan
- kata majmuk
- kata ganda
Manakala proses pembentukan kata bahasa Melayu meliputi:
- pengimbuhan
- penggandaan
- pemajmukan

Antara ketiga-tiga proses pembentukan di atas, yang amat kompleks ialah pengimbuhan. Oleh itu, penekanan hendaklah diberikan pada aspek penggunaan imbuhan yang betul dari sudut bentuk dan makna, termasuk aspek baru dalam proses pengimbuhan.


iii. Golongan kata terdiri daripada:
- kata nama
- kata ker ja
- kata adjektif
- kata tugas
Dalam morfologi, unit terkecil yang mempunyai makna dan tugas nahu ialah morfem. Morfem dan kata berbeza dari segi fungsi dan konsep.
Morfem
Morfem ialah unit terkecil yang menjadi unsur perkataan. Sekiranya kata tidak boleh dipecahkan kepada unit bermakna atau nahu yang lebih kecil, maka kata-kata ini terdiri daripada satu unit atau satu morfem. Contoh :

‘berpeluh’  2 morfem : ber+peluh
‘berkakikan”  3 morfem : ber+kaki+kan
‘saya’  1 morfem : saya


Minum tidak akan berfungsi dan memberi makna jika dipecahkan kepada mi dan num
Sebaliknya, kata diminum boleh dipecahkan kepada dua morfem, iaitu di dan minum. Kesimpulannya, perkataan boleh terdiri daripada beberapa morfem.
Morfem boleh bersifat bebas (boleh wujud bersendirian) atau terikat (hanya wujud bersama-sama morfem lain). Contoh :
- Morfem bebas – ‘saya’
- Morfem terikat – ‘ber’ dan ‘kan’, hanya boleh wujud dengan kata dasar bagi membentuk perkataan seperti ‘berkakikan’

Perkataan ditakrifkan sebagai satu unit ujaran yang bebas dan mengandungi makna. Ia terdiri daripada satu atau gabungan beberapa bentuk bunyi bahasa. Tegasnya, perkataan ialah bentuk bebas yang boleh berdiri sendiri, contohnya ialah kerusi, dapur dan meja.

Perbezaan antara perkataan dan morfem terletak pada sifat bebasnya. Ada morfem yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat tetapi semua perkataan bersifat bebas, yakni dapat berdiri sendiri. Jelas di sini bahawa perkataan-perkataan terdiri daripada morfem tetapi tidak semua morfem itu perkataan.






Morfem dapat dibahagikan kepada dua jenis seperti berikut:
Morfem bebas
Morfem terikat






Morfem bebas Morfem terikat/imbuhan
1. Dapat berdiri sendiri, misalnya, minum, cuti, sekolah, periksa
2. mempunyai makna sendiri 1. Bentuk imbuhan, misalnya, mem, per, kan, ber
2. Tidak mempunyai makna, tapi mempunyai fungsi tatabahasa atau nahu. Boleh mengubah makna sesuatu kata, dan seterusnya makna ayat.
Morfem terikat/imbuhan pula boleh dibahagikan seperti berikut:
Morfem terikat/imbuhan
Awalan - ditambah pada bahagian depan kata dasar. Misalnya, membaca, menghafal.
Akhiran - ditambahkan pada bahagian belakang kata dasar
Sisipan - diselitkan di antara unsur-unsur kata dasar - misalnya, telapak (tapak).

Apitan - ditambahkan serentak pada awalan dan akhiran kata dasar. Misalnya, imbuhan per……..an, permainan.









1.2 Sintaksis
Sintaksis ialah bidang ilmu bahasa yang mengkaji bentuk, struktur, dan binaan atau konstruksi ayat. Ini bermakna, bidang sintaksis ialah kajian tentang hukum atau rumus tatabahasa yang mendasari kaedah penggabungan dan penyusunan
perkataan atau kelompok perkataan untuk membentuk ayat. Aspek sintaksis yang diberikan tumpuan ialah:
i. Unsur utama ayat yang terdiri daripada kata, frasa, klausa dan pembinaannya,
serta pembahagian subjek dan predikat
ii. Jenis ayat, iaitu ayat penyata, ayat tanya, ayat perintah, dan ayat seruan
iii. Ragam ayat, iaitu ayat aktif dan ayat pasif
iv. Susunan ayat, iaitu susunan biasa dan songsang
v. Binaan ayat:
- ayat dasar
- ayat tunggal
- ayat terbitan atau majmuk

vi. Proses penerbitan ayat:
- konsep ayat terbitan
- proses pengguguran
- proses penyusunan semula
- proses peluasan
vii. Aspek tanda baca

2.0 Aspek Morfologi

2.1 Jenis-jenis kata

Proses pembentukan kata menghasilkan bentuk kata tunggal, bentuk kata terbitan, bentuk kata majmuk dan bentuk kata ganda.

2.1.1 Kata Tunggal

Bentuk kata tunggal ialah bentuk kata yang terdiri daripada hanya satu bentuk kata dasar yakni tidak menerima apa-apa bentuk imbuhan atau kata dasar lain. Kebanyakan kata tunggal dalam Bahasa Melayu mempunyai potensi untuk diperluaskan dengan bentuk terbitan.

Kata tunggal boleh terdiri daripada satu suku kata dan dua atau lebih suku kata. Contoh:
satu suku kata – am, dan, roh, skru
dua suku kata – itu, ubi, aku






Berasaskan perlaksanaan tatabahasa, kata tunggal dapat dibahagikan kepada tiga jenis:

a) Kata tunggal yang merupakan unit bebas dan dapat berdiri sendiri sebagai satu perkataan yang bermakna. Contoh : orang, gitar, pen, botol
b) Kata tugas, iaitu unit yang yang tidak dapat berdiri sendiri tetapi memerlukan sekurang-kurangnya satu unit yang bebas untuk melaksanakan tugas nahunya. Contoh : dari, dan, pada, demi, untuk
c) Kata akronim, iaitu perkataan yang diterbitkan melalui proses penggabungan beberapa perkataan dan membentuk satu perkataan yang utuh. Bentuk-bentuk singkatan ini terdiri daripada suku kata atau huruf-huruf tertentu. Contoh :
berdikari – berdiri di atas kaki sendiri
komuter – keretapi berkomputer
kugiran – kumpulan gitar rancak
pawagam – panggung wayang gambar

2.1.2 Kata Terbitan

Kata terbitan ialah bentuk kata yang mengandungi kata dasar yang mendapat atau menerima imbuhan. Kata terbitan ini terbentuk melalui proses pengimbuhan iaitu proses yang menggandingkan imbuhan pada kata dasar dan menghasilkan empat bentuk kata terbitan :
a) Kata Terbitan Berawalan
b) Kata Terbitan Berakhiran
c) Kata Terbitan Berapitan
d) Kata Terbitan Bersisipan

Imbuhan ialah unit-unit bahasa yang ditambahkan pada bentuk-bentuk lain yang menyebabkan perubahan makna nahunya. Imbuhan dapat dibahagikan pada empat jenis :
a) imbuhan awalan
- unsur imbuhan yang ditambahkan pada bahagian hadapan kata dasar.
Contoh : imbuhan ‘ber’ dalam ‘bersukan’  ber+sukan

b) imbuhan akhiran
- unsur imbuhan yang hadir selepas kata dasar
Contoh : imbuhan ‘-an’ dalam ‘makanan’  makan+an
imbuhan ‘-kan’ dalam ‘kembalikan’  kembali+kan

c) imbuhan apitan
- imbuhan yang hadir secara melingkungi kata dasar iaitu dua bahagian imbuhan yang hadir serentak pada awal dan akhir perkataan
Contoh : imbuhan ‘men…..kan’ dalam ‘mendebarkan’  men+debar+kan
imbuhan ‘pe….an’ dalam ‘pendidikan’ pen+didik+an

d) imbuhan sisipan
- unsur imbuhan yang hadir di celahan kata dasar. Bentuk ini tidak lagi produktif dalam pembentukan kata terbitan, iaitu kata terbitan baru tidak lagi dibentuk dengan imbuhan sisipan
Contoh : imbuhan ‘…er…’ dalam ‘keruping’
imbuhan ‘…el…’ dalam ‘telunjuk’

2.1.3 Kata Terbitan Berawalan

Kata terbitan berawalan dapat wujud dalam kata nama terbitan, kata kerja terbitan,dan kata adjektif terbitan. Contoh :

a) Kata Nama : pelari, perakus ( imbuhan ‘pe’)
pembawa, pembuat (‘pem’)
suprakelas, supranasional (‘supra’)

b) Kata Kerja : melawan, mengikat, merasa (‘me’)
berjalan, berganti, berserta (‘ber’)

c) Kata Adjektif : terbesar, tercantik (‘ter’)
secerah, setebal, senipis (‘se’)

2.1.4 Kata Terbitan Berakhiran

Kata terbitan berakhiran dapat wujud dalam kata nama terbitan dan kata kerja terbitan sahaja. Contoh :

a) Kata Nama : pakaian, jahitan, mainan (‘-an’)
sasterawan, angkasawan (‘-wan’)
budiman, seniman (‘-man’)
peragawati, seniwati (‘-wati’)
nasionalisme, patriotisme (‘-isme’)

b) Kata Kerja : gunakan, besarkan, buatkan (‘-kan’)
duduki, turuti, berkati (‘-i’)

2.1.5 Kata Terbitan Berapitan

Kata terbitan berapitan dapat wujud dalam kata nama terbitan, kata kerja terbitan,dan kata adjektif terbitan. Contoh :

a) Kata Nama : pelaksanaan, perasaan (‘pe…an’)
kelainan, kedukaan (‘ke…an’)

b) Kata Kerja : memainkan, melukakan (‘me…kan’)
beralaskan, berlaukan (‘ber…kan’)
diyakini, disirami (‘di…i’)
dipergunakan (‘diper…kan’)
memperdagangkan (‘memper…kan’)
keselesaan (‘ke…an’)
c) Kata Adjektif : kemelayuan (‘ke…an’)

2.1.6 Kata Terbitan Bersisipan

Bentuk sisipan tidak lagi produktif dalam pembentukan kata terbitan, yakni kata terbitan baru tidak lagi dibentuk dengan sisipan. Bentuk-bentuk kata sisipan sudah membeku dalam kata terbitan tertentu dan tidak dapat hadir dalam perkataan –perkataan lain kecuali dalam beberapa istilah yang baru dicipta. Kata terbitan bersisipan dapat wujud dalam kata nama terbitan dan kata adjektif terbitan. Contoh :

a) Kata Nama : kelingking, telunjuk (‘..el..’)
keruping, seruling (‘..er..’)

b) Kata Adjektif : kelebak, selerak (‘..el..’)
gemilang, semerbak (‘..em..’)

2.1.7 Kata Majmuk

Kata majmuk didefinisikan sebagai bentuk kata yang wujud apabila dua kata dasar atau lebih dirangkaikan menjadi satu kesatuan sintaksis yang membawa makna tertentu. Kata majmuk bertindak sebagai satu unit dan dieja terpisah, melainkan kata majmuk yang telah mantap.

Kata majmuk terbahagai kepada tiga :

a) Kata Nama Majmuk. Contoh : setiausaha, warganegara, tandatangan, uji kaji, kebolehubahan

b) Kata Kerja Majmuk. Contoh : menandatangani, bertanggungjawab, memberitahu

c) Kata Sifat Majmuk. Contoh : sukacita, dukacita

d) Kata Tugas Majmuk. Contoh : apabila, apakala, apahal, apalagi, bagaimana


Berdasarkan jenisnya, kata majmuk dapat dipisahkan kepada tiga kelompok:

a) Kata majmuk yang terdiri daripada rangkaian kata bebas.
Contohnya gambar rajah, biru laut, terima kasih, kuning langsat. Dalam kategori ini termasuk bentuk kata yang digunakan sebagai gelaran seperti perdana menteri, raja muda, menteri besar, profesor madya.

b) Kata majmuk berbentuk istilah khusus.
Contohnya model linear, garis pusat, mata pelajaran, kertas kerja, kanta tangan.

c) Kata majmuk yang mendokong maksud kiasan iaitu simpulan bahasa.
Contohnya kaki ayam, buah hati, duit kopi, makan angin, pilih kasih.

Kata majmuk dapat dibentuk melalui pelbagai cara:

a) dua perkataan digabungkan dan ditulis sebagai satu perkataan. Contoh :
duka + cita = dukacita
jawatan + kuasa = jawatankuasa

b) perkataan dan fakta digabungkan dan ditulis sebagai satu perkataan. Contohnya walaupun dan adalah.

c) dua perkataan digabungkan tetapi tidak dieja sebagai satu perkataan, sebaliknya kekal sebagai dua perkataan. Contohnya uji bakat, ulang tayang, temu janji, hak milik.

d) dua perkataan bebas dijadikan satu perkataan dengan menggunakan imbuhan apitan dan ejaannya mestilah bercantum. Contoh :
pindah milik  dipindahmilikkan
tukar ganti  ditukargantikan

e) kata majmuk yang menerima imbuhan awalan atau akhiran sahaja tidak dicantum. Contoh :
campur aduk  bercampur aduk
temu bual  ditemu bual


Terdapat sebilangan kecil kata majmuk yahg penggunaanya sudah dianggap mantap sebagai satu perkataan yang utuh. Walaupun bentuk kata tersebut ternyata mengandungi dua kata dasar, perkataan yang demikian tetap dieja sebagai satu perkataan. Contohnya antarabangsa, beritahu, bumiputera, jawatankuasa, setiausaha.

Penggandaan kata majmuk melibatkan penggandaan unsur pertama kata sahaja, contohnya alat-alat tulis, balai-balai raya. Penggandaan yang melibatkan bentuk yang telah mantap melibatkan seluruh unsur. Contohnya setiausaha-setiausaha, pesuruhjaya-pesuruhjaya.





2.1.8 Kata Ganda

Menurut Nik Safiah Karim, kata ganda ialah bentuk kata yang dihasilkan dengan menggandakan atau mengulangi kata dasar, sama ada kata ganda tersebut diulangi secara keseluruhan atau pada bahagian-bahagian tertentu dan dengan imbuhan atau tanpa imbuhan.

Arbak Othman memberikan definisi penggandaan sebagai proses bagaimana suatu kata dasar atau sebahagian daripadanya diulang.

Bahagian yang diulang ini dipanggil gandaan yang boleh mendahului atau mengikuti dasarnya.

Terdapat tiga jenis kata ganda :

a) Penggandaan penuh
- proses yang menggandakan keseluruhan kata ganda. Gandaan penuh boleh dibuat pada kata akar dan kata terbitan. Kata nama, kata kerja dan kata sifat jua boleh digandakan. Contohnya pulau-pulau, cantik-cantik, anak-anak dan lari-lari. Kata nama yang mengandungi imbuhan juga boleh digandakan sepenuhnya, iaitu pemimpin-pemimpin, pelatih-pelatih.

b) Penggandaan separa
- proses yang menggandakan sebahagian kata dasar. Kata dasar boleh merupakan kata tunggal atau kata terbitan. Penggandan separa boleh berlaku di hadapan atau di belakang kata dasar. Contohnya kekura, pepohon, berlari-lari, kecil-kecilan.

c) Penggandaan berentak
- proses yang menggandakan kata dasar mengikut rentak bunyi tertentu dalam kata dasar itu. Dalam penggandaan berentak, seluruh kata dasar digandakan dan bunyi-bunyi tertentu diulang atau diubah.
- Penggandaan berentak boleh dibahagikan kepada tiga jenis :

i) Penggandaan berentak pengulangan vokal - penggandaan yang mempunyai ciri-ciri persamaan pada bunyi-bunyi vokal tertentu, iaitu terdapat ciri-ciri keharmonian vokal. Contohnya sayur-mayur, selok-belok, hina-dina

ii) Penggandaan berentak pengulangan konsonan - iaitu penggandaan yang mempunyai ciri-ciri persamaan pada bunyi-bunyi konsonan tertentu. Contohnya gunung-ganang, batu-batan, mandi-manda.

iii) Penggandaan berentak bebas - iaitu penggandaan yang tidak mempunyai ciri-ciri persamaan pada bunyi vokal atau konsonan. Contohnya susur-galur, sahabat-handai, tinggi-lampai.

Terdapat sekurang-kurangnya lima makna dalam penggandaan kata.

a) gandaan sebagai penanda jamak, iaitu jumlah yang banyak. Contohnya meja-meja, bukit-bukau
b) gandaan sebagai penanda nama haiwan. Contohnya biri-biri, rama-rama dan kupu-kupu
c) gandaan sebagai penanda makna serupa. Contohnya langit-langit, gula-gula
d) gandaan sebagai penanda pelbagai jenis. Contohnya sayur-mayur, kuih-muih.
e) Gandaan sebagai penanda tidak tentu. Contohnya apa-apa, siapa-siapa.


3.0 RAGAM AYAT

Ragam ayat terdiri daripada ayat aktif dan pasif.
3.1 Ayat aktif
Ayat aktif mengandungi kata kerja aktif yang mengutamakan subjek asal sebagai judul atau unsur yang diterangkan. Ayat aktif terdiri daripada ayat aktif transitif dan ayat aktif tak transitif.

Ayat aktif transitif mengandungi kata kerja transitif yang perlu diikuti oleh frasa nama atau klausa komplemen sebagai objek atau unsur penyambutnya. Kata kerja transitif mempunyai dua bentuk : yang pertama tidak menerima imbuhan ( seperti makan, minum) dan yang kedua menerima imbuhan ‘men-‘ ( seperti memanggil, melanda)

Contoh :
- frasa nama sebagai objek:
Guru disiplin memanggil pelajar itu.
Banjir kilat melanda Kuala Lumpur.

- ayat komplemen sebagai
Pengawas memberitahu bahawa pelajar itu sudah pulang.
Pengetua mengumumkan bahawa kawasan sekolah perlu dibersihkan setiap hari.
3.2 Ayat Pasif

Ayat pasif ialah ayat yang dibina dengan mengutamakan objek asal sebagai pokok atau bahagian yang diterangkan. Ayat ini mempunyai kata kerja yang ditandai oleh penanda pasif seperti imbuhan ‘di-‘, ‘ter-‘, ‘ber-‘ serta ‘ke-‘dan ‘-an’.
Contoh :
Kain itu belum berlipat
Penjenayah itu ditangkap oleh polis.
- bagi ayat pasif yang berkata kerja pasif ‘di-‘, kata sendi ‘oleh’ dan frasa nama yang berkedudukan selepas kata kerja boleh digugurkan tanpa merosakkan makna struktur ayat
Contoh : Penjenayah itu ditangkap polis malam tadi.
Namun jika binaan ‘oleh’ dan frasa nama itu terletak jauh daripada kata kerja, maka ‘oleh’ tidak boleh digugurkan.

Bagi ayat pasif dengan kata ganti diri orang pertama dan kedua, jenis kata ganti nama diri diletakkan di hadapan kata kerja dasar. Ini kerana kata ganti nama diri pertama dan kedua tidak boleh menerima kata kerja dengan imbuhan pasif ‘di-‘.
Contoh : Buku itu jangan sekali-kali kau baca lagi.

Ayat pasif dengan kata bantu pasif ‘kena’ pula mempunyai perkataan ‘kena’ di hadapan kata kerja dasar yang tidak menerima awalan.
Contoh : Pengedar dadah itu kena tangkap.


4.0 Rancangan Pengajaran Harian Bahasa Melayu

Minggu : Minggu Keenam (6)
Tarikh : 10 Februari 2009
Tingkatan : 5C
Tajuk : Kata Majmuk
Objektif : Pada akhir pelajaran, para pelajar diharapkan dapat:
1. Mengetahui definisi kata majmuk.
2. Menyatakan jenis-jenis kata majmuk dan memberikan contoh bagi setiap jenisnya.
3. Mengetahui tentang pembentukan kata majmuk yang mengandungi kata adjektif tunggal, kata adjektif terbitan, kata adjektif majmuk, dan kata adjektif ganda.
4. Menyenaraikan contoh-contoh kata majmuk dari keratan akhbar dengan betul secara bertulis.
5. Menjawab 8 daripada 10 soalan kata majmuk dengan betul di dalam lembaran kerja.

HPU : 7.0
HPK : 7.1 7.3
HHP : Aras 1 (ii) Aras 1 (iii) Aras 2 (iii) Aras 2 (iii)

Aktiviti :
 Guru menjelaskan tentang kata majmuk dan pecahan-pecahan kata majmuk .
 Guru mengemukakan soalan ringkas bercorak kritis kepada para pelajar untuk dijawab secara lisan (menggunakan ayat sendiri).
 Komentar akan diajukan oleh guru terhadap setiap jawapan yang diberikan oleh pelajar.
 Para pelajar akan menyenaraikan beberapa contoh kata majmuk di atas kertas mahjong dan pembentangan kumpulan akan dijalankan.

KBT : Kontekstual
: Kecerdasan Pelbagai

Refleksi
Pengajaran dan pembelajaran dapat berlangsung dengan menyeronokkan kerana para pelajar gemarkan penyelitan unsur komedi dan jenaka di samping penggunaan bahan bantu mengajar berbentuk keratan akhbar dan persembahan power point.
Rancangan Harian
Langkah/
Masa Isi Pelajaran Aktiviti murid / aktiviti guru Catatan
Set Induksi
(5 minit) Keratan akhbar :
• Sayang-menyayangi
• Tolong-menolong
• Jujur
• Ikhlas
• Bertanggu ngjawab
• Guru memaparkan keratan akhbar menggunakan power point.
• Murid diminta melihat paparan slaid secara aktif
• Guru bersoal jawab dengan murid mengenai isi penting yang terdapat dalam keratan akhbar yang dipaparkan. • Kecerdasan pelbagai
• Interpersonal
Nilai
Patriotisme
Langkah 1
(10 minit)





Paparan power point :
• Definisi kata majmuk
• Contoh kata majmuk bercantum dengan partikel pun
• Contoh kata majmuk yang mantap penggunaannya dan dieja bercantum
• Contoh kata majmuk yang dieja terpisah

Aktiviti 1
• Murid diminta membentuk kepada beberapa kumpulan kecil.
• Guru memaparkan slaid power point mengenai kata majmuk.
• Guru menerangkan mengenai definisi kata majmuk menggunakan slaid power point dan bersoal jawab dengan murid.

Aktiviti 3
• Guru menunjukkan contoh-contoh kata majmuk dengan paparan slaid power point Kontekstual
Kecedasan Pelbagai
• Interpersonal
Langkah 2
( 15 minit)



Keratan akhbar :
• Kata majmuk dengan partikel pun
• Kata majmuk yang telah mantap penggunaan
• Kata majmuk yang dieja terpisah Aktiviti 1
• Guru mengedarkan keratan akhbar. Guru membaca keratan akhbar tersebut terlebih dahulu.
• Murid membaca bersama-sama guru.

Aktiviti 2
• Murid diminta menyenaraikan beberapa kata nama majmuk yang terdapat dalam keratan akhbar di atas kertas mahjong yang diberi.
Aktiviti 3
• Semua kumpulan hendaklah memaparkan hasilan kumpulan masing-masing di hadapan kelas. Nilai:
• Patriotisme

Belajar cara belajar
• Mencatat nota
• Mencirikan
Langkah 3
(15 minit)



Hasilan perbincangan kumpulan :
Pembentangan Aktiviti 1
• Guru dan murid membincangkan mengenai hasilan setiap kumpulan secara lisan.
Belajar Cara Belajar
• Membuat rujukan
Kecerdasan Pelbagai:
• Interpersonal
Langkah 4
(15 minit)
Lembaran kerja :
• Isi tempat kosong berdasarkan kata majmuk yang diberi.

Aktiviti 1
• .Guru mengedarkan lembaran kerja berkaitan kata majmuk.
• Murid diminta untuk menjawab soalan-soalan di dalam lembaran kerja.
• Perbincangan mengenai lembaran kerja yang telah di jawab oleh murid. Kecerdasan Pelbagai
• Interpersonal
• Intrapersonal

5.0 LATIHAN :
1. Mereka berangkat ke Amerika Syarikat dengan _________________
(kereta, kapal, layar) terbang dari Singapura pagi semalam.
2. Pegawai pertanian itu menasihatkan mereka menggunakan baja ______
(tanah, pasir, bata) bagi menyuburkan tanamannya.
3. Mesir memberi __________ (fikiran, amaran, kata) dua kepada Israel supaya meninggalkan Semenanjung Gaza.
4. Semua (maha, warga, para) siswa yang mendaftar dikehendaki menyertai program orientasi.
5. ___________ (rakyat, marhaen, warga) negara yang bertanggungjawab sentiasa taat terhadap hukum dan undang-undang negaranya.
6. Sultan itu tidak mahu melantik ________________ (putera, puteri, raja) untuk menggantikannya.
7. ____________ (lebuh, jalan, lorong) raya timur barat yang dibina dari Kelantan ke Kedah memakan masa bertahun-tahun sebelum disiapkan.
8. Pulau Pinang dan Melaka mesti melantik ________________ (ketua, perdana, datuk) menteri masing-masing.
9. Mamalia mempunyai ________________ (tulang, batang, urat) belakang sebagai pusat sistem sarafnya.
10. Semua anggota yang baru perlu berangkat ke __________________ (padang, lorong, jalan) tembak untuk latihan menembak.




RUJUKAN :
1. Abdullah Hassan. (2006). Morfologi ( Siri pengajaran dan
pembelajaran Bahasa Melayu. Batu Caves : PTS Publications & Distributors Sdn. Bhd.
2. Ali Mahmood. Dr (2008). HMBL2103 Pembelajaran morfo sintaksis
Bahasa Melayu. Seri Kembangan : Open University Malaysia.
3. Arbak Othman. (1985). Mengajar tatabahasa. Kuala Lumpur : Dewan
Bahasa dan Pustaka.
4. Arbak Othman. (2000). Pengajaran nahu Bahasa Melayu. Serdang :
Penerbit Universiti Putra Malaysia.
5. Nik Safiah Karim. (1989). Tatabahasa dewan. Kuala Lumpur : Dewan
Bahasa dan Pustaka.
6. Sulaiman Masri. (2006). Tatabahasa melayu. Kuala Lumpur : Utusan
Publications & Distributors Sdn. Bhd.

SINTAKSIS

ISI
SINTAKSIS
A. Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Dalam linguistik, sintaksis (dari Bahasa Yunani Kuno “συν- syn-“, "bersama", dan “τάξις táxis”, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun.
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat : Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET ialah di perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat di atas terdapat frase sedang belajar, yang terdiri dari dua unsur, ialah kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti perbuatan diikuti tempat.
Adapun pengertian lain dari sintaksis adalah cabang ilmu yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan unsur - unsur pembentuknya.
Beberapa definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli :
Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang sudah sangat tua, menyelidiki struktur kalimat dan kaidah penyusunan kalimat (Suhardi, 1998:1). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang kata ( Hari Murt Kridalaksana, 1993 ).
Gleason (1955) mendefinisikan bahwa “syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.” Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata) kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
Menurut O’ Grady, et. al., (1997) syntax is the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language. Artinya: sintaksis adalah aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia.
Kajian sintaksis meliputi :
1. Frasa
a. Frasa adalah satuan gramatikal yang tidak melebihi batas fungsi
b. Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
2. Klausa
a. Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari predikat, baik disertai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
b. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.
3. Kalimat
a. Kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
b. Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian dan mempunyai pola intonasi akhir.

B. Kalimat
Selain pengertian yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya mengenai pengertian kalimat, kalimat masih memiliki banyak pengertian.
Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, serta memiliki fungsi-fungsi gramatikal.
Kalimat yang dikatakan sempurna adalah kalimat yang seimbang antara ide dan bentuknya atau kalimat yang berpola “subjek,-predikat-objek”.
Beberapa pendapat ahli mengenai definisi kalimat, antara lain :
Sutan Takdir Alisyahbana dalam kamus tata bahasa tradisional mendefinisikan kalimat sebagai satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap.
Menurut Leonard Bloomfield, kalimat adalah a maximum form is any ulterance is a sentence. This a sentence is a form which, ... isn’t part of large contruction.
Menurut Hockett, kalimat adalah a sentence is a gramatical form which is not contruction with any other grammatical.
Menurut Parera, kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari yang lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yan menunjukkan bentuk itu berakhir.
Menurut Kridalaksana, kalimat adalah satuan bahasa secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara sktual dan potensial terdiri dari klausa.
Menurut Ramlan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun naik.
Menurut Cook dalam Tariga, kalimat adalah satuan bahasa yang relatif dapt berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.
Sedangkan menurut Keraf, kalimat adalah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan di mana intonasinya menunjukkan bahwa ujaran itu sudah lengkap.
Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.
Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik; klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.
Intonasi dapat diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang diperlukan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang dilambangkan dengan angka “2”, dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.
Contoh : Bacálah buku itu !
2 – 32t / 2 11t #
Ket:
n = naik ; t = turun ; tanda - di atas huruf = tekanan
Tekanan yang berbeda menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda.
PENENTUAN KALIMAT
Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata, misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.

C. Klasifikasi Kalimat
1. Berdasarkan jumlah pola dan hubungan antarpola
a. Kalimat tunggal yaitu kalimat yang hanya mengandung sebuah pola kalimat, baik kalimat inti atau luas tapi perluasannya tidak membentuk pola kalimat yang baru.
Contoh : Dian membaca.
b. Kalimat majemuk yaitu kalimat yang mengandung dua pola. Kalimat majemuk terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
• Kalimat majemuk setara : Kalimat majemuk yang masing-masing penyusunnya dapat berdiri sendiri atau memiliki dua pola kalimat yang sederajat. Bersifat menggabungkan : dirangkaikan dengan kata tugas : dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Bersifat memilih : atau. Bersifat mempertentangkan : tetapi, melainkan, hanya.
Contoh :
Kadir membawa buku dan Kadir membawa tas ( Kadir membawa buku dan tas )
Ket : Kalimat di atas terdiri dari dua kalimat, yaitu :
 Kadir membawa buku.
 Kadir membawa tas.
• Kalimat majemuk bertingkat : Kalimat yang penyusunnya tidak dapat berdiri sendiri atau memiliki dua pola kalimat atau lebih yang tidak sederajat. Terdiri klausa bebas dan klausa terikat. Kalimat majemuk biasanya ditandai dengan kata ketika, supaya, agar, karena, sebab.
Contoh :
Ibu pergi ke pasar, ketika ayah pulang dari kantor.
c. Kalimat kompleks yaitu kalimat yang mengandung lebih dari dua pola
Contoh : Saya pergi ke kampus, adik hanya tinggal di rumah dan kakak entah ke mana.
2. Berdasarkan tujuannya
a. Kalimat berita ( deskriptif ) yaitu kalimat yang mengandung suatu perungkapan peristiwa baik itu kalimat langsung atau tak langsung yang berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain
Contoh :
 Kemarin hujan turun lebat.
 Besok Dhila pulang dari Jakarta.
b. Kalimat tanya yaitu kalimat yang mengandung satu permintaan agar diberi informasi dan bentuk susunan kalimatnya . Kalimat tanya dibagi menjadi dua bagian :
a). Pertanyaan total adalah meminta informasi yang mengenai seluruh pertanyaan itu, biasanya dijawab dengan ya! atau tidak!. Dan biasanya menggunakan intonasi tanya digabung dengan partikel - partikel -kah atau apakah.
b). Pertanyaan parsial adalah kalimat tanya yang hanya meminta informasi mengenai kata - kata tanya yang dibedakan berdasarkan sifat dan objek yang ditanyakan ;
(1). Menanyakan tentang manusia : siapa, dari siapa, untuk siapa, kepada siapa.
(2). Menanyakan tentang benda atau hal : apa, dari apa, untuk apa, dengan apa.
(3). Menanyakan jumlah : berapa.
(4). Menanyakan tempat : di mana, ke mana, dari mana.
(5). Menanyakan waktu : bila, kapan, bilamana, apabila.
(6). Menanyakan pilihan : mana, yang mana.
(7). Menanyakan sebab - akibat : mengapa, apa sebab, betapa sebab, bagaimana, akibat apa.
c. Kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan suatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Kalimat perintah memiliki beberapa jenis, seperti suruhan, permintaan, memperkenalkan, ajakan, larangan, bujukan, dan harapan
Contoh :
 Pergilah segera !
 Tutup jendela itu !
3. Berdasarkan ragam
a. Kalimat aktif yaitu kalimat yang subjeknya melakukan sesuatu atau berstruktur SPO atau jika subjeknya menjadi pelaku. Kalimat aktif ada dua macam, yaitu :
1). Kalimat aktif transitif : Kalimat aktif yang kata kerjanya berobjek langsung
Contoh : Tami mengerjakan tugas.
2). Kalimat aktif intransitif : Kalimat aktif yang kata kerjanya tidak berobjek
Contoh : Supi menyanyi.
b. Kalimat pasif yaitu kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan atau berpola OPS atau OSP atau jika subjeknya menjadi penderita
Contoh : Televisi diperbaiki oleh tukang servis.
4. Berdasarkan jenis kata predikat
a. Kalimat verbal yaitu kalimat yang predikatnya berupa kata kerja
Contoh : Adik bermain-main di halaman.
b. Kalimat nominal yaitu kalimat yang predikatnya selain kata kerja atau berupa kata benda
Contoh : Ini kampus kami.
5. Berdasarkan kutipan pembicaraan
a. Kalimat langsung yaitu kalimat yang diujarkan oleh seseorang yang dapat berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Kalimat langsung juga dapat dikatakan sebagai kalimat yang langsung disampaikan oleh sumbernya atau yang mengucapkan, serta menggunakan tanda petik (“)
Contoh :
 Ibu Guru berkata, “Minggu depan tugas harus dikumpul.”
 “Berapa jumlah saudaramu ?” tanya Dian.
b. Kalimat tidak langsung yatu kalimat yang melaporkan apa yang diujarkan oleh seseorang yang dapat berupa kalimat berita, tanya dan perintah atau kalimat yang tidak langsung disampaikan oleh sumbernya serta tidak menggunakan tanda petik (“)
Contoh :
 Kadir mengatakan bahwa kemarin ia dibelikan motor baru.
 Ayah berkata bahwa saya harus juara kelas.
6. Berdasarkan pola
a. Kalimat inti yaitu kalimat yang terdiri dari in subjek dan inti predikat
Contoh : Dhila memasak
b. Kalimat luas yaitu kalimat yang terdiri dari subjek, predikat, dan diperluas dengan satu atau beberapa unsur tambahan.
Contoh : Telepon itu berdering


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya, kita bisa mengetahui bahwa sintaksis adalah cabang yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan unsur-unsur pembentuknya. Tiga kajian sintaksis yakni frase, klausa, dan kalimat.
Salah satu definisi sintaksis menurut para ahli yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21)
Salah satu kajian sintaksis yaitu kalimat yang merupakan alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Kalimat juga merupakan satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian dan mempunyai pola intonasi akhir serta bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, serta memiliki fungsi-fungsi gramatikal.
Klasifikasi kalimat terbagi menjadi 6 bagian, yaitu berdasarkan jumlah pola dan hubungan antarpola, berdasarkan tujuannya, berdasarkan ragam, berdasarkan jenis kata predikat, berdasarkan kutipan pembicaraan, dan berdasarkan pola.




B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah yang telah kelompok kami susun. Kami berharap makalah ini berguna sebagaimana mestinya dan dapat diterima dengan baik. Tapi, sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kami sebagai pemakalah dapat memperbaiki kekurangan dan mempertahankan kelebihan yang ada pada makalah kami. Terima kasih.

C. LAMPIRAN
1. Abdul Kadir
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat
2. Supianti
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
3. Fadhilah
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
4. Dian Kurnia Sambas
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
5. Unga Utami
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat



DAFTAR PUSTAKA

cakrabuwana.files.wordpress.com/2009
Haryono, Samsun. 1995. Sari Kata Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Ilmu
(http://makalahdanskripsi.blogspot.com/)
id.wikipedia.org/wiki/sintaksis
Salam, Rosdiah Dra. Hj. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Makassar: FIP UNM
Tim Pengajar JILC. 2008. Handbook 1 Kemampuan Dasar SMA Kelas 3 Persiapan SNM-PTN & UN. Makassar: JILC

sintaksis

FRASE
Banyak sering mempermasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Frasa adalah satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.

Jenis-jenis frase:
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dapat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa (S) di teras (P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.

Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
1) Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh: suami istri, ayah ibu, kakek nenek, pembinaan dan pembangunan, belajar atau bekerja.

2) Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh : obat nyamuk, sekolah inpres, sedang belajar, sangat bahagia.
Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa kata obat, sekolah, belajar dan bahagia merupakan unsur pusat, sedangkan kata nyamuk, inpres, sedang dan sangat merupakan atributnya.

3) Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh : Bogor, kota hujan; Indonesia, tanah airku; Bapak SBY, presiden RI.
Unsur Bogor, Indonesia, Bapak SBY merupakan unsur pusat, sedangkan unsur kota hujan, tanah airku, presiden RI merupakan aposisi.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif

b. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai unsur pusat (UP).

Contoh : Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. Kelas

2. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam, yaitu :
1. Frasa nomina, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa nomina itu berupa :
a. Nomina sebenarnya,
Contoh : pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
b. Pronomina
Contoh : dia itu musuh saya
c. Nama
Contoh : Mita itu manis
d. Kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
Contoh : dia rajin → rajin itu menguntungkan, anaknya dua ekor → dua itu sedikit, dia berlari → berlari itu menyehatkan
Kata rajin pada kalimat pertama awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah frasa verba.

2. Frasa Verba, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh : Dia berlari
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber- dan secara sintaksis dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.

3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh : Rumahnya besar

4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh : dua buah, tiga ekor, lima biji, dua puluh orang.

5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh : Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras,
ke rumah teman, dari sekolah.

6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh : Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P),
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.

Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
KLAUSA
1. Pengertian Klausa
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa ialah unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus  S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat!  P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.
2. Jenis-jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF). Berikut hasil klasifikasinya :
1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya :
a. Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.
Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
1) Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya sudah baik.
Rumah itu sangat besar.
Mobil itu masih baru.
2) Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu.
Masih baru mobil itu.
b. Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa positif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu mengerjakan tugas.
Mereka pergi ke kampus.
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.
Mereka tidak pergi ke kampus.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun', maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh :
Dia seorang sukarelawan.
Mereka bukan sopir angkot.
Nenek saya penari.
2. Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
3. Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Adiknya sangat gemuk.
Hotel itu sudah tua.
Gedung itu sangat tinggi.
4. Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia.
Contoh :
Anaknya lima ekor.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
5. Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh :
Sepatu itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Jakarta.
6. Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
1. Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
2. Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5. Klasifikasi klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
1. Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika paman datang, kami sedang belajar.
Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu.
2. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
3. Analisis Klausa
Klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya
2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
1. S dan P
Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P)  Sangat lemah(P) badannya(S)
2. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
3. Keterangan
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Contoh :
Aku Sudah menghadap Komandan Tadi
F S P O Ket
K N V N Ket

3. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Contoh :
Dinda Menemani Adiknya Di tempat tidur Beberapa saat
F S P O Ket 1) Ket 2)
K N V N FD N
M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu

Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih, Kalimat majemuk terdiri atas:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: 1. Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
2. Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)

b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: 1. Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
2. Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
3 Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas :
1) Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:

a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya
a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
( anak kalimat pengganti subjek)
b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
( anak kalimat pengganti predikat)
c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.
S P O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
( anak kalimat pengganti objek)
d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
(anak kalimat pengganti keterangan)



3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
(pola atasan)
datang seorang pemuda berpakaian bagus
( pola bawahan I)
datang menggunakan kendaraan roda empat
( pola bawahan II)
Transformasi kalimat
Kalimat transformasi bisa dibentuk dengan cara:

Pembalikan urutan kalimat
Contoh:
a. Dia tidak lulus ujian.
b. Tidak lulus ujian dia.
a. Gadis itu berambut panjang.
b. Berambut panjang gadis itu
Penambahan partikel –nya
Contoh:
a. Istri Pak Tono meninggal tadi pagi.
b. Pak Tono, istrinya, meninggal tadi pagi.
Mengubah kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk atau sebaliknya.
Contoh:
(1) Nenek sedang menggoreng ikan. (Kal. Tunggal)
(2) Nenek yang berbaju lusuh itu sedang menggoreng ikan. (Kal. Majemuk)(kal. transformasi)
(3) Nenek sedang menggoreng ikan yang sudah busuk itu. (Kal. Majemuk)(kal. transformasi)
(4) Nenek yang sedang menggoreng ikan itu sangat cantik. (Kal. Majemuk)(bukan kalimat transformasi, karena inti kalimat ini adalah nenek sangat cantik)
Mengubah kalimat berita menjadi kalimat tanya atau perintah.
Contoh:
(1) Nenek pergi.
(2) Nenek pergi?
(3) Nenek pergi!
Menambah atau mengurangi unsur-unsur kalimat asal tidak mengubah makna kalimat.
Contoh:
(1) Ririn sedang makan.
(2) Ririn sedang makan roti.
(3) Kemarin Ririn makan.
Jenis-jenis transformasi kalimat

Rusyana (1969) dan Parera (1988: 16-18) mengemukakan beberapa transformasi dari kalimat inti menjadi kalimat turunan, yakni :
a. Transformasi penambahan
Kalimat inti yang berpola FB+FK+FB dapat ditransformasikan menjadi kalimat ingkar dengan menambahkan kata tidak dengan pola transformasi FB+tidak+FK+FB.
b. Transformasi penghilangan
Kalimat inti yang berpola FB+FK intrasitif dapat ditransformasikan penghilang menjadi kalimat elips/minor dengan pola FKintra.
c. Transformasi penggantian
Kalimat inti yang berpola FB+FK+FB dapat mengalami proses transfromasi penggantian dengan pola Siapa+FK+FB.
d. Transformasi perubahan bentuk
Kalimat inti denga pola FB+meng-FK+FB (aktif) dapat mengalami proses transformasi perubahan bentuk pasif dengan pola FB2+di-FK+oleh+FB1 atau FB2=FB1=FK.
e. Transformasi pensuprasegmentalan/pemrosodian
Kalimat inti dengan pola FB +FK+FB dengan intonasi berita dapat mengalami proses transformasi pensuprasegmentalan Tanya dengan pola FB+FK+FB intonasi tanya.
f. Transformasi penggabungan
Kalimat inti dengan pola FB+FK+FB dapat mengalami proses transformasi penggabungan dengan kalimat inti lainya yang berpola FB+FK+FB ata pola kalimat inti lainya. Proses transformasi penggabungan tersebut menghasilkan kalimat luas dengan menggunakan kata tugas tertera yang sesuai.
Secara sistematis, proses transformasi penggabungan dapat dibedakan atas :
1) Penggabungan lokatif
2) Penggabungan temporal
3) Penggabungan kausal
4) Penggabungan kondisional
5) Penggabungan final
6) Penggabungan keceraan

Variasi pola struktur kalimat tunggal
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci. S-P
S-P-O
S-P-O-K

Kalimat langsung dan kalimat tak langsung

Kalimat langsung biasanya ditandai dengan tanda petik yang mengapit, sedang kalimat tak langsung tidak ada tanda petik yang mengapitnya. Atau juga dapat diartikan kalimat langsung yaitu kalimat yang menyatakan pendapat orang ketiga dengan mengutip kata-katanya persis seperti waktu dikatakannya, sedangkan kalimat tak langsung yaitu yang menyatakan isi ujaran orang ketiga tanpa harus mengulang kata-katanya secara tepat.
1. Kalimat lansung
Kalimat langsung merupakan kalimat yang langsung disampaikan oleh sumbernya atau yang mengucapkan serta kalimat yang menggunakan tanda petik. kalimat yang secara cermat menirukan ucapan atau ujaran orang lain, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bentuk dari kalimat langsung dapat berupa kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, ataupun kalimat seru.
Contoh :
a. Ibu berkata , “besok saya mengikuti kegiatan PKK dib alai desa”.
b. “dimana kamu sekolah?” Tanya Farda.
c. Pak guru berkata , “Besok hari Senin pagi ada pertandingan sepak bola antar sekolah”.
2. Kalimat tak langsung
Kalimat tak langsung merupakan kalimat yang tidak langsung disampaikan oleh sumbernya dan tidak menggunakan tanda petik. kalimat yang melaporkan/memberitahukan ucapan atau ujaran orang lain. Bentuk dari kalimat tidak langsung hanya berupa kalimat berita.
Contoh:
a. Ibu mengatakan bahwa saya harus istirahat
b. Kakak berkata bahwa aku harus meraih juara kelas semester ini
c. Dia mengatakan bahwa dia saying padaku
PERBEDAAN KALIMAT LANGSUNG DAN KALIMAT TAK LANGSUNG
1. Kalimat langsung bertanda kutip (“…”) sedangkan kalimat tak langsung tidak bertanda kutip.
2. Pada kalimat langsung, intonasi bagian yang dikutip lebih tinggi dibandingkan yang tidak, sedangkan pada kalimat tak langsung intonasi mendatar dan menurun
3. Pada kalimat langsung, kata ganti pada kalimat yang dikutip tidak mengalami perubahan, sedangkan pada kalimat tak langsung kata ganti pada kalimat yang dikutip mengalami perubahan.
4. Susunan kalimat langsung tetap, tidak berkata tugas, sedangkan pada kalimat tak langsung berkata tugas, seperti bahwa, sebab, untuk, supaya, dll.
5. Kalimat langsung berbentuk kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, dan kalimat seru sedangkan pada kalimat tak langsung hanya berupa kalimat berita.
Dalam penerapannya kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penulisan kalimat langsung dan kalimat tak langsung terutama bagi siswa. Kesalahan-kesalahan ini telah dianalisis oleh Luqman M. Hakim, seorang mahasiswa Program D-II PGSD Universitas Negeri Malang, yang menyatakan bahwa :
(1) Siswa masih kesulitan dalam menentukan kalimat yang merupakan petikan langsung;
(2) Kesalahan yang berkaitan dengan menulis tanda petikpada kalimat langsung sebesar 76%;
(3) Kesalahan dalam menulis huruf kapital sebesar 21% untuk kalimat langsung dan 13% untuk kalimat tidak langsung;
(4) Kesalahan dalam menulis tanda seru dan tanda tanya, yaitu sebesar 46% pada kalimat langsung;
(5) Kesalahan menulis tanda titik tergolong sedang yaitu sebesar 41% pada kalimat tidak langsung.
 

Copyright 2008 All Rights Reserved | Tugas Kuliah Designed by Bloggers Template | Exercise Equipment | Watch Movies